Ini adalah kisah nyata. Ada seorang hamba shalih yang diuji oleh
Allah dengan anaknya, setiap kali anaknya lahir dan berkembang sebentar
sebagai bayi yang mungil, lucu dan menyenangkan, selalu ajal
menjemputnya dan merenggut nyawanya dari pangkuannya. Maka iapun sedih
sangat dalam, hatinya hancur dan tersayat-sayat tajam. Namun karena ia
adalah seorang mukmin yang shaleh, ia tidak kehilangan kendali dan
kesabaran, bahkan ia selalu menepati sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam dengan mengatakan:
« إِنَّا للهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ للهِ مَا أَعْطىَ وَللهِ مَا
أَخَذَ وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِمِقْدَارِ أَللَّهُمَّ أَجُرْنِيْ فِيْ
مُصِيْبَتِيْ وَاخْلُفْنِيْ خَيْرًا مِنْهَا »
“Sesungguhnya kita hanyalah milik Allah dan kepada-Nya pula kita
kembali. Bagi Allah apa yang Ia berikan dan bagi Allah apa yang Ia
ambil. Segala sesuatu disisi-Nya ada takdirnya. Ya Allah berilah aku
pahala dalam musibah ini dan berilah aku ganti yang lebih baik
daripadanya.”
Hingga datanglah anak yang ketiga. Setelah tumbuh sehat selama
beberapa tahun, anaknya sakit dan semakin parah sakitnya hingga
bayang-bayang kematianpun tiba. Sang ayah yang menungguinya dengan setia
tak kuasa menahan air mata hingga ia terserang kantuk dan tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi bahwa kiamat telah tiba dan kedahsyatannyapun
nampak di depan mata. Dia melihat bahwa dirinya berada diatas shirat,
dia ingin berjalan akan tetapi ada kekhawatiran untuk jatuh, lalu
datanglah anak pertama yang telah meninggal. Dia berlari lalu berkata,
‘Saya akan menopangmu ayah!’ Sang ayahpun mulai berjalan, akan tetapi ia
masih was-was khawatir terjatuh dari sisi yang lain, maka ia melihat
anak keduanya menghampirinya dari sisi yang lain lalu menuntunnya. Sang
ayahpun bergembira ria dan bersuka cita. Akan tetapi tidak lama ia
berjalan ia merasakan ada kehausan yang semakin lama semakin
mencengkeram, maka ia meminta kepada salah seorang anaknya agar
memberinya minum. Sang anak mengatakan: Tidak! Jika salah seorang kita
meninggalkan ayah, ayah bisa terjatuh ke neraka.”
Maka saudaranya menimpali: “Ayah, andaikan saja saudara kita yang ketiga bersama kami tentu dia sekarang dapat memberi minum …!”
Maka sang ayah kaget terbangun dari tidurnya seraya memuji kepada
Allah karena ia masih di dunia dan belum kiamat. Diapun langsung
memperhatikan anaknya yang tergeletak sakit disampingnya. Ternyata ia
telah pergi menyusul kedua saudaranya. Maka segera ia mengatakan:
“Segala puji bagi Allah, aku telah menjadikanmu sebagai simpanan dan
pahala disisi Allah. Engkaulah yang mendahuluiku diatas shirat di hari
kiamat.” Maka kematian anaknya yang ketiga menjadi penyejuk hatinya.
(Sumber : Majalah Qiblati Edisi 2 Tahun I)