KISAH SAKITNYA IBUNDAKU
Oleh: Mamduh Farhan al-Buhairi
Ibundaku terlahir dan hidup sepanjang usianya di distrik al-Hujun di
Makkah al-Mukarromah. Saat penduduk al-Hujun pergi meninggalkan kampung
mereka yang sederhana menuju distrik baru yang layak dengan kehidupan
kota modern pada hari ini, ibundaku tetap tinggal di kampung bersama
dengan sejumlah kecil dari penghuni kampung. Maka jadilah kampung
al-Hujun bagi orang seperti kami yang sudah keluar meninggalkannya
sebagai tempat yang menyimpan kenangan indah.
Pada saat muncul keputusan pengosongan dan penghancuran kampung
al-Hujun, ibu saya ajak pergi ke rumah kakak sulung saya, sementara
tangisan dan kesedihan memeras hatinya. Setelah beberapa waktu dari
perpindahannya, dimulailah pekerjaan penghancuran. Maka berkatalah ibu,
‘Kalau rumah kita roboh, maka aku juga akan roboh.’ Bersamaan dengan
berjalannya hari, dan dekat masa penghancuran rumah kami, mulailah
kesehatan ibu saya terpengaruh. Ketik mereka menghancurkan rumah kami,
maka kesehatan ibu menurun drastis, kemudian setelah itu beliau
terbaring dengan merasakan sakit parah pada kepala beliau.
Maka kami pun membawa beliau ke rumah sakit. Di sanalah tersingkap
bahwa beliau terkena penyakit kanker di kepala beliau. Sungguh berita
itu laksana petir bagi kami, putra putri beliau. “Keistimewaan” penyakit
ini adalah menyebar dengan sangat cepat. Maka para dokter pun memberi
tahu kami tentang pentingnya segera operasi. Ketika saya bertanya
tentang bahaya operasi dan prosentase keberhasilannya, ternyata harapan
tersebut tidak besar (sangat tipis), bahwa beliau akan hidup dalam
keadaan buruk, karena keberadaan mereka yang akan menghilangkan satu
bagian besar dari kepala, pipi, dan sisi tulang rahang bagian kiri.
Semua itu tidak diketahui oleh ibunda, dimana kami beritahukan kepada
beliau bahwa itu adalah sakit ringan yang membutuhkan perawatan dan
pengobatan di Rumah Sakit.
Setelah berfikir panjang, saya pun mengambil keputusan untuk tidak
melakukan operasi di tengah kebingungan para dokter. Saya mengambil
keputusan untuk mengandalkan pengobatan syari’i (ruqyah syar’iyah, air
zam-zam, do’a dan shadaqah) padahal ibu saya selalu meruqyah dirinya
sendiri, akan tetapi beliau tidak tahu kondisi sakit beliau.
Pada suatu hari, masuklah seorang dokter perempuan ke kamar beliau,
lalu memberitahukan kondisi beliau, maka ibu tertimpa kondisi kejiwaan
yang sangat buruk. Hingga menjadikan beliau tidak berbicara kecuali
jarang, lalu kesehatannya menurut drastis, daya tahan tubuhnya menjadi
sangat lemah dimana beliau tidak kuasa dijenguk oleh orang yang terkena
influenza atau yang memakai minyak wangi.
Kondisi ibunda sampai kepada kondisi terburuk, yaitu sampai kepada
tingkatan tidak makan kecuali dengan infuse. Maka menjadi kuruslah tubuh
beliau, dan tulang-tulang beliau menjadi tampak kepada kami karena
turunnya berat badan beliau secara drastis.
Kala itu saya berusaha untuk meruqyah beliau dengan ruqyah
syar’iyyah, demikian pula salah seorang masyayikh juga meruqyah beliau.
Beliau tidak minum kecuali air zam-zam. Akan tetapi setelah lewat
beberapa hari, bertambahlah rasa sakit beliau. Kemudian dilakukanlah
pemeriksaan dan proses radiologi bagi beliau, lantas menjadi jelaslah
penyebaran kanker di kepala menjadi lebih banyak. Setelah beberapa
waktu, kanker itu menyebar hingga pada tingkatan beliau tidak mampu lagi
membuka mulut beliau. Kemudian kami bisa melihat pembengkakan yang
sedikit keluar dari dua bibir. Setelah beberapa hari terus menerus
ruqyah, do’a dan shadaqah, serta air zam-zam, tampak juga terus
menerusnya penyebaran tumor kanker tersebut yang sampai pada fase
membahayakan yang mustahil bisa dilakukan operasi terhadap beliau.
Sekalipun demikian, kami tidak pernah putus asa dari rahmat Allah.
Maka sayapun memutuskan untuk safar ke Indonesia untuk beberapa waktu
demi mendo’akan beliau saat saya berada dalam safar. Kala itu, beliau
telah keluar dari Rumah Sakit menuju rumah beliau. Sekembali saya dari
safar, kondisi beliau masih seperti semula. Tetapi, setelah beberapa
hari kedatangan saya, sepertinya kami mulai merasakan sesuatu, dari
perubahan positif pada kesehatan beliau.
Kurang lebih dua hari setelahnya, kami menjadi yakin akan membaiknya
kondisi beliau dari sela berkurangnya kekuatan rasa sakit yang telah
dialami oleh beliau bila dibandingkan dengan sebelumnya. Kemudian
mulailah kondisi kejiwaan beliau membaik, dimana beliau menjadi mau
berbicara dengan orang lain. Kemudian beliau mulai mau makan sedikit.
Lalu tubuh beliau mulai membaik, dimana bobot beliau bertambah sedikit.
Bersamaan dengan perasaan bahagia kami akan perkembangan kesehatan
yang besar ini, kamipun membawa beliau ke Rumah Sakit untuk mendiagnosa
kondisi beliau. Maka tampaklah hasilnya yang belum pernah ada dalam
benak kami, tidak juga dalam benak para dokter.
Yang mengejutkan, di tengah diagnose tersebut adalah mulai
bertambahnya jumlah para dokter yang kemudian mengumumkan dengan
keheranan akan tidak ditemukannya tumor apapun di kepala beliau. Itu
adalah sebuah kebahagiaan besar bagi kami, yang saya tidak bisa
mensifatkannya kepada Anda sekalian. Akan tetapi cukuplah saya katakan
bahwa hal itu adalah sebuah kebahagiaan yang sangat besar. Maka para
dokter pun bertanya dengan penuh keheranan, apa yang telah kalian
lakukan hingga tumor itu hilang dari kepalanya? Maka kami beritahukan
kepada mereka dengan apa yang telah kami lakukan. Maka kebahagiaan para
dokter pun sangat besar, karena keberadaan mereka yang telah mengatakan,
‘Bahwa kami dulu pernah mendengar sesuatu seperti ini telah terjadi
pada suatu hari, dan kami tidak mengetahui kebenaran cerita itu dari
kedustaannya, akan tetapi kami sekarang melihatnya dengan mata kepala
kami satu kondisi yang kami dulu berharap agar kondisi itu melewati kami
dalam kehidupan kedokteran kami.’
Ketika ibu mengetahui berita tersebut, maka kondisi kesehatan beliau
menjadi lebih baik, hingga beliau kembali seperti sedia kala selama
kurang lebih satu minggu. Maka segala puji bagi Allah, dengan pujian
yang banyak, atas nikmat-Nya yang Dia anugerahkan kepada kami. Segala
puji bagi Allah, dengan pujian orang-orang yang pandai bersyukur.
Sesungguhnya saya dengan kisah ini, tidaklah bertujuan riya’ atau
sum’ah dibaliknya, mudah-mudahan Allah melindungi kami dan Anda semua
dari yang demikian. Namun saya ingin menanamkan pengobatan syar’i di
tengah manusia, serta bertawakkal kepada Allah, dan bersandar
kepada-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya dulu, sebelum segala
sesuatau.
YA ALLAH, SEMBUHKANLAH, ORANG-ORANG SAKIT KAMI, DAN ORANG-ORANG SAKIT KAUM MUSLIMIN.
Sumber : http://qiblati.com/kisah-sakitnya-ibundaku.html