Sebagaimana
yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga
mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas
masih memeluk agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah
dialami oleh mereka yang berasal dari golongan budak. Sementara para
pemeluk non budak biasanya masih dilindungi oleh para keluarga dan
sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar Ash-Shiddiq rodhiyallohu 'anhu membebaskan para budak tersebut dengan membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan.
Ketika peristiwa Hijrah, saat Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar Ash-Shiddiq rodhiyallohu 'anhu adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar Ash-Shiddiq rodhiyallohu 'anhu juga terikat dengan Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam secara kekeluargaan. Anak perempuannya, Aisyah rodhiyallohu 'anha menikah dengan Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam beberapa saat setelah Hijrah.
Selama masa sakit Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam saat menjelang ajalnya, dikatakan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq rodhiyallohu 'anhu ditunjuk untuk menjadi imam salat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq rodhiyallohu 'anhu akan
menggantikan posisinya. Segera setelah kematiannya, dilakukan
musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah,
yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar Rodhiyallohu 'anhu sebagai pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam pada tahun ((632)) M.
Bersambung.....