*****TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN-KOMENTAR-JEMPOL-DAN-FOLLOW ANDA DI ARFAN BLOG™ MENEBAR ILMU MERAIH AMAL*****

Sabtu, 11 Mei 2013

KISAH SAKITNYA IBUNDAKU


KISAH SAKITNYA IBUNDAKU 
Oleh: Mamduh Farhan al-Buhairi

Ibundaku terlahir dan hidup sepanjang usianya di distrik al-Hujun di Makkah al-Mukarromah. Saat penduduk al-Hujun pergi meninggalkan kampung mereka yang sederhana menuju distrik baru yang layak dengan kehidupan kota modern pada hari ini, ibundaku tetap tinggal di kampung bersama dengan sejumlah kecil dari penghuni kampung. Maka jadilah kampung al-Hujun bagi orang seperti kami yang sudah keluar meninggalkannya sebagai tempat yang menyimpan kenangan indah.
Pada saat muncul keputusan pengosongan dan penghancuran kampung al-Hujun, ibu saya ajak pergi ke rumah kakak sulung saya, sementara tangisan dan kesedihan memeras hatinya. Setelah beberapa waktu dari perpindahannya, dimulailah pekerjaan penghancuran. Maka berkatalah ibu, ‘Kalau rumah kita roboh, maka aku juga akan roboh.’ Bersamaan dengan berjalannya hari, dan dekat masa penghancuran rumah kami, mulailah kesehatan ibu saya terpengaruh. Ketik mereka menghancurkan rumah kami, maka kesehatan ibu menurun drastis, kemudian setelah itu beliau terbaring dengan merasakan sakit parah pada kepala beliau.
Maka kami pun membawa beliau ke rumah sakit. Di sanalah tersingkap bahwa beliau terkena penyakit kanker di kepala beliau. Sungguh berita itu laksana petir bagi kami, putra putri beliau. “Keistimewaan” penyakit ini adalah menyebar dengan sangat cepat. Maka para dokter pun memberi tahu kami tentang pentingnya segera operasi. Ketika saya bertanya tentang bahaya operasi dan prosentase keberhasilannya, ternyata harapan tersebut tidak besar (sangat tipis), bahwa beliau akan hidup dalam keadaan buruk, karena keberadaan mereka yang akan menghilangkan satu bagian besar dari kepala, pipi, dan sisi tulang rahang bagian kiri. Semua itu tidak diketahui oleh ibunda, dimana kami beritahukan kepada beliau bahwa itu adalah sakit ringan yang membutuhkan perawatan dan pengobatan di Rumah Sakit.
Setelah berfikir panjang, saya pun mengambil keputusan untuk tidak melakukan operasi di tengah kebingungan para dokter. Saya mengambil keputusan untuk mengandalkan pengobatan syari’i (ruqyah syar’iyah, air zam-zam, do’a dan shadaqah) padahal ibu saya selalu meruqyah dirinya sendiri, akan tetapi beliau tidak tahu kondisi sakit beliau.
Pada suatu hari, masuklah seorang dokter perempuan ke kamar beliau, lalu memberitahukan kondisi beliau, maka ibu tertimpa kondisi kejiwaan yang sangat buruk. Hingga menjadikan beliau tidak berbicara kecuali jarang, lalu kesehatannya menurut drastis, daya tahan tubuhnya menjadi sangat lemah dimana beliau tidak kuasa dijenguk oleh orang yang terkena influenza atau yang memakai minyak wangi.
Kondisi ibunda sampai kepada kondisi terburuk, yaitu sampai kepada tingkatan tidak makan kecuali dengan infuse. Maka menjadi kuruslah tubuh beliau, dan tulang-tulang beliau menjadi tampak kepada kami karena turunnya berat badan beliau secara drastis.
Kala itu saya berusaha untuk meruqyah beliau dengan ruqyah syar’iyyah, demikian pula salah seorang masyayikh juga meruqyah beliau. Beliau tidak minum kecuali air zam-zam. Akan tetapi setelah lewat beberapa hari, bertambahlah rasa sakit beliau. Kemudian dilakukanlah pemeriksaan dan proses radiologi bagi beliau, lantas menjadi jelaslah penyebaran kanker di kepala menjadi lebih banyak. Setelah beberapa waktu, kanker itu menyebar hingga pada tingkatan beliau tidak mampu lagi membuka mulut beliau. Kemudian kami bisa melihat pembengkakan yang sedikit keluar dari dua bibir. Setelah beberapa hari terus menerus ruqyah, do’a dan shadaqah, serta air zam-zam, tampak juga terus menerusnya penyebaran tumor kanker tersebut yang sampai pada fase membahayakan yang mustahil bisa dilakukan operasi terhadap beliau.
Sekalipun demikian, kami tidak pernah putus asa dari rahmat Allah. Maka sayapun memutuskan untuk safar ke Indonesia untuk beberapa waktu demi mendo’akan beliau saat saya berada dalam safar. Kala itu, beliau telah keluar dari Rumah Sakit menuju rumah beliau. Sekembali saya dari safar, kondisi beliau masih seperti semula. Tetapi, setelah beberapa hari kedatangan saya, sepertinya kami mulai merasakan sesuatu, dari perubahan positif pada kesehatan beliau.
Kurang lebih dua hari setelahnya, kami menjadi yakin akan membaiknya kondisi beliau dari sela berkurangnya kekuatan rasa sakit yang telah dialami oleh beliau bila dibandingkan dengan sebelumnya. Kemudian mulailah kondisi kejiwaan beliau membaik, dimana beliau menjadi mau berbicara dengan orang lain. Kemudian beliau mulai mau makan sedikit. Lalu tubuh beliau mulai membaik, dimana bobot beliau bertambah sedikit.
Bersamaan dengan perasaan bahagia kami akan perkembangan kesehatan yang besar ini, kamipun membawa beliau ke Rumah Sakit untuk mendiagnosa kondisi beliau. Maka tampaklah hasilnya yang belum pernah ada dalam benak kami, tidak juga dalam benak para dokter.
Yang mengejutkan, di tengah diagnose tersebut adalah mulai bertambahnya jumlah para dokter yang kemudian mengumumkan dengan keheranan akan tidak ditemukannya tumor apapun di kepala beliau. Itu adalah sebuah kebahagiaan besar bagi kami, yang saya tidak bisa mensifatkannya kepada Anda sekalian. Akan tetapi cukuplah saya katakan bahwa hal itu adalah sebuah kebahagiaan yang sangat besar. Maka para dokter pun bertanya dengan penuh keheranan, apa yang telah kalian lakukan hingga tumor itu hilang dari kepalanya? Maka kami beritahukan kepada mereka dengan apa yang telah kami lakukan. Maka kebahagiaan para dokter pun sangat besar, karena keberadaan mereka yang telah mengatakan, ‘Bahwa kami dulu pernah mendengar sesuatu seperti ini telah terjadi pada suatu hari, dan kami tidak mengetahui kebenaran cerita itu dari kedustaannya, akan tetapi kami sekarang melihatnya dengan mata kepala kami satu kondisi yang kami dulu berharap agar kondisi itu melewati kami dalam kehidupan kedokteran kami.’
Ketika ibu mengetahui berita tersebut, maka kondisi kesehatan beliau menjadi lebih baik, hingga beliau kembali seperti sedia kala selama kurang lebih satu minggu. Maka segala puji bagi Allah, dengan pujian yang banyak, atas nikmat-Nya yang Dia anugerahkan kepada kami. Segala puji bagi Allah, dengan pujian orang-orang yang pandai bersyukur.
Sesungguhnya saya dengan kisah ini, tidaklah bertujuan riya’ atau sum’ah dibaliknya, mudah-mudahan Allah melindungi kami dan Anda semua dari yang demikian. Namun saya ingin menanamkan pengobatan syar’i di tengah manusia, serta bertawakkal kepada Allah, dan bersandar kepada-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya dulu, sebelum segala sesuatau.

YA ALLAH, SEMBUHKANLAH, ORANG-ORANG SAKIT KAMI, DAN ORANG-ORANG SAKIT KAUM MUSLIMIN.

Sumber : http://qiblati.com/kisah-sakitnya-ibundaku.html
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

KAMI MEMBUTUHKAN KOMENTAR ANDA, MAKA SILAHKAN BERKOMENTAR DENGAN BAHASA YANG SOPAN

by ARFAN ALKENDARY

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...